Lalu bagaimana jika upayamu mengendalikan spasi justru menjadi bentuk ketidakberdayaanku dalam mengisi ruang?
Tidak ada ruangan yang kosong, hanya saja kita selalu terkalahkan oleh udara yang lebih dahulu mengisinya. Berbeda dengan ruang hampa yang sekuat tenaga mengosongkan sudut ruang. Naifnya, segala perumpamaan tentangmu tetap saja tidak sampai pada kata usai.
Perumpaan sebuah ruang. Kadang sebuah ruang tidak dapat memberikan jarak yang cukup untuk kaki kita melangkah. Ataukah Ruang yang kau miliki tidak memiliki dimensi yang sama denganku? Atau kau sedang menantang kapabilitiasku mengisi ruang?
Entah. Pintu itu yang tak kulihat, atau kau sama sekali tak mengizinkanku mengetuk dan melangkah ke dalamnya.
Entahlah, mungkin ini yang dinamai ruang hampa.